Sudut kota Makassar terlihat dari jln. Ahmad Yani
Sudah beberapa kali melewati jalan yang sama dan ada satu hal yang
mencuri perhatianku, halte dipinggir jalan dan diatasnya tertulis sebuah
kalimat “Makassar Menuju Kota Dunia”. Kata-kata ini cukup memberi anging segar
sebab sepintas saya memahami bahwa kalimat ini adalah kalimat luar biasa,
berarti kota kita akan secantik kota-kota yang ada diluar negeri, yang hanya
bisa saya simak dibalik layar kaca entah diflim-flim atau acara traveling
di televisi maklum kan belum pernah jadi turis asing di negeri orang*. Tapi
dipikir-pikir kayaknya untuk mewujudkan secara nyata isi kalimat ini butuh proses
yang masih panjang dan kerja keras. Nyaris Makassar masih jauh dibawah level
kota dunia yang sesungguhnya.
Salah satu point yang mesti perhatian besar adalah infrastruktur jalan,
masih minim tersedia atau sama sekali tidak berfungsi, ada beberapa perempatan
yang sering kali macet ketika saya melintasinya karena lampu merah
dijalan tersebut tidak berfungsi. Kemudian pertambahan volume kendaraan yang
membeludak tidak berbanding lurus dengan pembangunan jalan, alhasil semakin
hari semakin sesak aja badan-badan jalan dan kemacetan pun tak bisa
dihindarkan. Kalo sudah macet, saatnya mengeluarkan jurus jitu nyelip kiri
kanan diantara deretan mobil dan beradu kecepatan dengan pengendara lain dan
tanpa disadari itu taruhannya adalah nyawa. Dan yang paling ngesalin kalo
lagi panas-panas, sinar matahari yang cukup terik menyengat kulit,
lama-lama bisa jadi gosong ditambah asap knalpot kendaraan, hehehe curhat
dikit* ini sebuah masalah besar apalagi bagi orang yang suka
jalan-jalan*. Paling tidak perjalanan ke tempat kerja atau kemana aja, haruslah
menjadi sebuah momen yang menyenangkan bukan menjadi momok yang begitu
menakutkan.
Bercermin dari kota-kota diluar negeri yang saya liat di TV-TV
itu, mereka punya cara tersendiri untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang
terjadi dikota mereka, pemerintah kota sudah menyediakan transportasi umum
kayak kereta ekspress gitu, bis kota dan tentu saja biayanya terjangkau, atau
budaya pake sepeda, tak luput infrastuktur jalan yang memadai. Katanya
dari artikel yang pernah saya baca disana juga disediakan trotoar jalan
yang lebar dan bersahabat khusus pejalan kaki yang bebas dari pedagan kaki
lima, tukang tambal ban, dan teman-temanya yang nyaman bagi pejalan kaki.
Kalo bercermin ke Makassar sudah ada tidak ya yang gituan, yang
saya liat sihh banyakan taksi yang terlalu mahal untuk dijadikan transportasi
sehari-hari, dan juga si pete’-pete’(angkot) yang murah meriah ya tapi
gitu-gitu juga harus siap berpanas-panasan dan berdempet-dempetan.
Ujung-ujungnya orang akan lebih memilih untuk menggunakan kendaran pribadi kan
pikirnya tidak perlu repot, ini yang bikin tambah macet. Satu dikali banyak kan
hasilnya banyak, satu kendaraan pribadi dikali banyak kendaraan pribadi, kan
hasilnya banyak kendaraan pribadi.
Sebenarnya masih banyak permasalahan yang terjadi di kota ini, masalah
yang lebih kompleks, yang saya paparkan diatas merupakan pengalaman pribadi
dengan urutan kesekian dari sejuta deret masalah di kota ini.
Harapannya kedepan “Makassar Menuju kota dunia” menjadi
kenyataan tentu saja dengan banyak perbaikan termasuk berkurangnya
kemacetan dengan hadirnya transporatsi umum yang nyaman, sehingga orang bisa
beralih untuk menggunakan kendaraan umum dan tidak lagi menggunakan kendaraan
pribadi, tersedianya trotoar jalan yang lebar untuk pejalan kaki sehingga jalan
kaki menjadi kegiatan bersahabat.
Tentu tidak akan terwujud tanpa ada kerja keras pemerintah sebagai
pemegang kendali kekuasaan dan kesadaran pribadi untuk turut berperan
aktif dengan memulai dari diri sendiri untuk melakukan perubahan sekecil apaun
bentuknya.(Kok jadi Ceramah*?)
semoga realisasi menjadikan Makassar sebagai kota metropolitan segera terwujud yang kemungkinan akan berdampak pada perekonomian rakyat disana yang menjadikan kesejahteraan mereka meningkat
BalasHapusAminnn,,
BalasHapus