Hiburan Langka, Menyaksikan Kemeriahan Totammaq

Kali ini benar-benar beruntung rasanya bagaikan mendapatkan oase ditengah gurun pasir ditengah kehausan untuk refresin sejenak dari kesibukan sehari-hari dan keramaian kota ada pelepas dahaga yang saya temui. Beberapa hari yang lalu karunia itu saya dapatkan ketika bertandang pulang ke rumah. 

Karunia itu patut saya syukuri bahwa dengan berlimpahnya kekayaan bangsa kita ini Indonesia yang tidak pernah habis untuk dibahas. 


Disetiap daerah di Indonesia mempunyai banyak ragam keunikan teruma keunikan budaya yang diwariskan dari nenek moyang secara turun-temurun. Khususnya didaerah saya ada kebiasaan unik yang patut untuk dilestarikan dan dibanggakan dan membawa nilai hiburan tersendiri bagi  masyarakatnya.  Budaya ini ada sejak dulu sampai sekarang masih terus dilestarikan, yaitu budaya mammunuq  yakni  perayaan maulid nabi Muhammad saw  hanya saja ada beberapa rangkaian adat yang ditambahkan kedalamnya yang menjadikan mammnunuq memiliki nilai unik tersendiri.

 Memasuki bulan munuq  maka setiap desa akan mengadakan acara ini sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh pemuka agama dan masyarakat di desa itu. Waktu pelaksanaan akan berentetan setiap minggunya saat mulai memasuki bulan munu’ sampai pada akhir bulan. Untuk penentuan bulannya sendiri saya kurang tau tapi itu dimulai beberapa minggu mendekati hari maulid nabi saw pada kalender hijriah.

Tepatnya hari minggu  acara ini diadakan di desa nenekku, sejak dari kemarin persiapan mulai terlihat, banyak hal yang  dikerjakan  terutama masak memasak untuk hidangan besok, ada beberapa makanan khas yang wajib disajikan seperti ketupat, buras (burasa’),  dan sokkol (Songkolo’) untuk  makanan beratnya dan lauk seperti pupu’ (tompi-tompi). Asap mengepul memenuhi desa hasil dari pembakaran kayu untuk memasak semua makanan tadi karena memang semua masyarakat memasak dengan tungku besar.


"Buras makanan yang tidak pernah absen disetiap acara-acara besar termasuk acara mammunuq"

"Tidak ketinggalan ada juga ketupat, kayak lebaran ya"

"Ini pupu', bahan utamanya terbuat dari ikan termasuk salah satu makanan tradisional Mandar"


Tiba pada hari H rangkaian mammunuq diselenggarakan satu persatu dimulai sejak dari tadi pagi, sepertinya matahari baru terbit lantunan salawat barzanji  di mesjid sudah menggemparkan ketenangan pagi menandakan acara dimulai. 

Rangkaian pertama yaitu marratassi baca dan sebelumya perlu dijelaskan dulu bahwa dari beberapa rangkaian acara ini saling terikat dengan yang lainnya, nahh ada satu rangkaian yakni mappatammaq dimana anak-anak yang sudah khatam Al quran akan diarak mengigilingi kampung menunggangi kuda, anak-anak inilah yang disebut to tammaq (artinya  orang yang sudah tamat bacaan Al qurannya) atau pissawe (artinya yang menunggangi dalam hal ini menunggangi kuda). Lanjut cerita diatas maka sebelum missawe ( sebelum menunggangi kuda) maka harus dulu marrattassi baca (memperjelas bacaan Al qurannya) di mesjid bersama dengan anak-anak yang akan missawe lainnya.
Dalam marratassi baca, totammaq akan bersamaan membaca sebagian isi Al quran dipandu oleh beberapa guru mengaji yang dituakan. Bersamaan dengan itu masyarakat akan membawa beberapa bungkusan makanan untuk dibagikan kembali ke masyarakat yang lain serta sebagian lagi dibagikan kepada mereka yang berada di mesjid pada saat itu.


  
"Anak-anak ini khidmat membaca Al quran sebagai  prosesi marratassi baca"

"Bungkusan ini disebut barakka menunngu prosesi marratssi baca selesai dan akan dibagikan"




Hari semakin siang, kampung bertambah ramai ada banyak sekali orang yang datang berkunjung itu sudah dimulai sejak kemarin entah dari daerah mana saja datangnya orang-orang ini, semua sudah tidak sabar untuk menyaksikan rangakaian mammunuq berikutnya yaitu totammaq.
Terlihat panitia sudah sibuk mengamankan tempat untuk berkumpulnya kuda-kuda pissawe dari kendaraan, dijalan terlihat pak polisi sibuk mengatur kendaraan agar tidak macet. Jam dua siang semua kuda-kuda sudah diharuskan berkumpul ditempat yang sudah ditentukan.

 Suasana semakin riuh dan terdengar suara  rawana (rebana  mandar) dari jauh, wahh inilah yang ditunggu-tunggu dari tadi  si pissawe. Nampaknya sudah ada beberapa kuda yang berkumpul, tinggal menunggu sampai semua pissawe berkumpul semua  dan akan diarak mengilingi kampung. 

Paling menarik untuk disaksikan adalah atraksi para parrawana (pera pemain rebana) bunyi musik yang dihasilkan begitu menggelegar membuat siapa saja yang mendengar saat itu terhipnotis untuk bergoyang mengikuti alaunan  rebana  dan tak luput kuda pissawe pun akan ikut bergoyang dengan mengankat secara bergantian kedua kaki depannya. si pissawe sendiri khususnya wanita mereka semua begitu cantik dengan pakaian adat yang melekat pada tubuhnya baju pokko yang bermacam-macam warna yang cerah, untuk pissawe laki-laki mereka mengenakan pakaian gamis dengan surban dikepala waahh mirip kiai saja.


"Para parrawana, rebananya besar-besar ya, pantas aja suaranya menggelegar yang dengar pasti ingin goyang"

"Pissawe laki-laki, behhh asyiknya diatas kuda"

"Cantiknya, kombinasi baju pokko dengan lipa' sa'be (sarung sutra)"



Nahh, semua pissawe berkumpul dan arak-arakan mulai berjalan, ditengah jalan sesekali pakkalindaqda mengeluarkan kalindaqdanya ditujukan kepada pissawe, kalindaqda merupakan pantun tradisional mandar yang memiliki beragam makna sebuah pemikiran dan perasaan masa lampau yang berhubungan dengan kehidupan agama, humor, maupun kehidupan sosial masyarakat.  Ini salah satu kutipan  kalindaqda yang menarik:

“I'oq bungana paqmai-u
I'oq beru-berunaq
Arangi tipuppi
Muaq paccoba-coba”.
(Engkaulah bunganya hatiku
Engkau pulalah melatinya
Haram dipetik
Bila dijadikan percobaan).

Wahhh kalindaqda ini benar-benar menghibur kerumunan orang-orang yang tadinya diam menyimak tiba-tiba tawa menggelegar seuasai mendengarnya.


" Arak-arakan kuda memenuhi jalan, mobil minggir dulu ya"


Sampai pada garis finish arak-arakan pissawe akan pulang kembali kerumah masing-masing menandakan acara mammunuq telah selesai. Mereka yang datang dari luar kampung akan pulang dan tentu saja tanpa tangan kosong mereka diberi barakka (berarti berkah berupa bungkusan yang isinya makanan yang tadi saya ceritakan diawal) dari kerabat yang dikunjunginya.

Inilah karunia  yang saya syukuri ditengah perkembangan era modernisasi masih tersimpan kearifan lokal yang bertahan sampai sekarang, wujud kecintaan mereka terhadap nabi saw dan penghargaan tinggi bagi anak-anak yang sudah menamatkan bacaan Al quraannya merupakan cinta yang melahirkan budaya yang takkan terkikis oleh waktu dan menjadi salah satu refensi kekayaan bangsa kita, Indonesia.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut