Ada realita yang saya temui membuat hati
kecilku tersayat , setiap kali melewati persimpangan jalan yang satu ini, terpajang
pemandangan pilu menghiasi wajahnya, jalan ini terletak dipusat kota dengan arah menuju pusat
perbelanjaan terbesar di kota Makassar, nama jalan yang tertulis adalah jalan Adyaksa.
Berdebu, panas dan sesak dipenuhi kendaraan
dikelilingi oleh gedung-gedung pertokoan
akan menjadi pemandangan sehari-hari yang bisa disaksikan ketika melewati jalan
yang satu ini. Tidak ada yang istimewa,
jejeran bentor ( becak motor) dan taksi dibahu jalan menunggu tumpangan mereka yang datang berbelanja.
Satu lagi, pengemis jalan tak luput mengadu
nasib disini, mereka saudara-saudara kita yang kurang beruntung, tapi berbeda
dari jalan-jalan yang lain pengemis disini didominasi oleh
anak-anak.
Betapa memilukan, pada umumnya anak-anak seumuran
mereka akan menikmati hidupnya dengan bermain, seragam merah putih menjadi
seragam mereka kesekolah tiap hari, maka anak-anak disini, mereka
memakai baju compang camping yang
terkesan kumuh dan dekil. Jalanan aspal
berdebu dengan deretan mobil dan motor menjadi wahana permainan mereka.
Timbul pertanyaan, dimana orang tua
mereka, begitu susahnya kehidupan yang
mereka jalani sehingga anak sekecil mereka harus dikorbankan, waktu kecil yang
harusnya bisa dinikmati dengan mengenyam pendidikan yang layak dan bermain,
harus pupus dengan kehidupan jalan yang keras.
Yang lebih mencengangkan ada beberapa anak
turut membawa serta adiknya yang masih bayi, dibawah terik matahari dikelilingi
kendaraan dan polusi. Bayi yang masih kecil tertidur lemah lunglai dalam
dekapan kakaknya atau mungkin bukan siapa-siapa.
Tentu saja ini tontonan yang menimbulkan
bermacam-macam reaksi para pengguna jalan yang melintas dan berhenti
dipersimpangan ini, ada yang menatap
dengan tatapan ibah dan merogoh saku baju mencari selembar uang dua ribuan dan
menyerahkannya ketelapak mungil yang mengenadah keatas, ada pula acuh tak acuh, ada juga yang tak
terganggu dengan ini, tetap melenggang ria, sibuk dengan keandaraannya yang
mewah.
Perbedaan drastis dengan disekelilingnya,
sekumpulan orang menghabiskan uang berbelanja pernak-pernik kehidupan dan
membanggakan diri , dan dipojok jalan ada sekumpulan manusia kumuh sibuk mengais
rezeki dengan meminta-minta, mengesampingkan harga diri yang terdesak oleh rasa lapar, mengisi perut
menjadi perjuangan hidup yang berat.
Ah, betul, di lingkunganku juga ada :( Aku berharap suatu hari nggak ada lagi yang seperti ini. Amen...
BalasHapusmudah-mudahan bisa terwujud,,,kalo pemerintah benar-bnar serius untuk membenahi ini,,,,_
BalasHapus